Senin, 04 April 2011

Asyiknya Harmonik

Mendengar musik secara live (bukan lewat media player) terasa ‘kekayaan’  bunyinya. Harmonik atau keselarasan bunyinya terjaga atau tanpa cacat. Telinga dapat membedakan bunyi yang hampir mirip. Seperti mana bunyi trompet dan mana bunyi saxofon, atau mana bunyi vocal pria mana bunyi vocal wanita, dan sebagainya dan seterusnya. Pokoknya terasa enak dan hangat.

Sebaliknya mendengar lewat hasil rekaman, akan terasa ada yang kurang, hilang dan mengganggu. Penyebabnya adalah bahwa amplifier yang bertugas mengolah bunyi untuk diteruskan ke loudspeaker, tidak dapat meghasilkan bunyi yang murni dan alami.

Harmonik sebagai komponen bunyi, ada yang diproduksi berlebihan, namun ada pula yang di produksi kurang dari bunyi aslinya. Telinga kita akan menangkap ada bunyi yang tajam dan kering, dan atau bunyi yang loyo tak bersemangat, ataupun kedua-duanya. Akibatnya telinga akan sukar membedakan bunyi trompet dengan bunyi saxofon misalnya. Pokoknya akan terasa ada yang hilang, kurang dan aneh.

Amplifier diciptakan pertama pada 1909 sekitar 100 tahun lalu oleh Lee De Forest dengan nama Audion. Dengan keterbatasan ataupun kelebihan teknologi saat itu dapat dihasilkan bunyi yang hampir murni, namun terbatas pada ‘power’nya. Komponen utama dari alat ini adalah ‘tabung hampa’, yang dari segi kepraktisan sama sekali tidak praktis dan dari segi biayanya mahal pula. Saat ditemukan ‘transistor’ sebagai komponen untuk amplifier, maka barulah terjadi peralihan pada alat ini. Selain murah, pengurangan dapat dilakukan dari segi fisik. Dan dapat menghasilkan ‘power’ yang besar. Amplifier jenis ini menjadi lebih praktis, namun hasil bunyi yang dikeluarkan tidak se’manis’ dan se’hangat’ amplifier tabung.

Jadi kesimpulannya, alat yang satu dapat memproduksi bunyi yang didambahkan oleh telinga yaitu manis dan hangat namun kurang tenaga, dan yang satu lagi bertenaga tapi banyak cacatnya. Pendengar musik rekamanpun terbelah menjadi dua kutub. Bagi yang mementingkan segi kepraktisan dan murah memilih amplifier transistor. Dan bagi yang tidak ingin ‘mengorbankan’ telinga menjatuhkan pilihannya atau lebih tepatnya ‘kembali’ pada amplifier tabung, meskipun ruwet dan dapat menguras kantong.

Teknologi semakin berkebang, namun para ahli audio belum juga dapat menghasilkan Amplifier jenis baru menggantikan kedua jenis yang sudah ada. Yang ada hanyalah mengembangkan apa yang ada. Untuk mendekatkan hasil bunyi yang murni diciptakan sirkuit perbaikan bunyi. Sirkuit semacam ini diletakkan baik dalam amplifier, maupun diluar amplifier berupa alat sisipan atau tambahan. Peralatan begini banyak yang cukup berhasil. Berbagai produsen peralatan audio memproduksinya. Maka kita dapat mendengar musik hasil rekaman sebagaimana kita mendengar musik hidup…… Asyik!

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More